Akidah dan Amalan Yahudi yang Ditiru oleh Sebagian Muslimin (bagian 1)

Kaum Yahudi adalah orang-orang kafir yang kebenciannya kepada kaum muslimin sangatlah besar. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِيْنَ آمَنُوا الْيَهُوْدَ وَالَّذِيْنَ أَشْرَكُوا

“Sungguh engkau akan dapati orang yang paling keras permusuhannya kepada kalian adalah orang-orang Yahudi dan kaum musyrikin.” (Al-Ma`idah: 82)

Mereka adalah kaum yang dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka terus berupaya agar ada di antara kelompok kaum muslimin yang mengikuti mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepada kalian hingga kalian mengikuti agama mereka. ” (Al-Baqarah: 120)

Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kita berloyalitas dengan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ

مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِيْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin (teman dekat kalian); sebagian mereka adalah pemimpin (teman dekat) bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kalian menjadikan mereka menjadi pemimpin (teman dekat), maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. ” (Al-Ma`idah: 51)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita untuk senantiasa menyelisihi mereka. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):

“Panjangkanlah jenggot, selisihilah oleh kalian orang-orang Yahudi. ”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula (yang artinya): “Shalatlah dengan memakai sandal kalian. Selisihilah Yahudi, karena mereka tidak shalat memakai sandal.”

Akan tetapi sudah merupakan sunnatullah, akan ada orang-orang yang mengikuti mereka. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:


لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوْهُ
  
قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ؟

“Kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Hingga jika mereka masuk ke lubang dhabb niscaya kalian akan mengikutinya. ” Kami katakan: “Ya Rasulullah, apakah (yang dimaksud) Yahudi dan Nasrani?” Beliau berkata: “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Di antara amalan dan keyakinan Yahudi yang diikuti sebagian muslimin:

1. Ghuluw
Ghuluw artinya melampaui batas. Adapun dalam syariat, artinya adalah melampaui batas dalam memuji dan mencela.
Ghuluw terjadi dalam masalah aqidah, ibadah, muamalah, maupun adat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُوا فِي دِيْنِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ

“Katakanlah: ‘Hai ahli kitab, janganlah kalian berbuat ghuluw (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian’.” (Al-Ma`idah: 77)

Di antara bentuk ghuluw kaum Yahudi adalah mengkultuskan dan menyembah manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tantang perbuatan Yahudi dan Nasrani:


اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ

“Mereka menjadikan ulama dan ahli ibadah mereka sebagai rabb selain Allah.” (At-Taubah: 31)

Mereka mengkultuskan ‘Uzair, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ

يُضَاهِئُوْنَ قَوْلَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ

“Orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair adalah anak Allah. ’ Orang-orang Nasrani berkata: ‘Al-Masih (Isa) adalah anak Allah.’ Itulah ucapan yang diucapkan mulut-mulut mereka, menyerupai ucapan orang-orang kafir sebelum mereka.” (At-Taubah: 30)

Kemudian muncul di kalangan muslimin orang-orang yang ghuluw terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang shalih. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:


لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ

”Janganlah kalian mengultuskan aku, sebagaimana orang-orang Nasrani mengultuskan Isa ibnu Maryam.”

Di kalangan umat ini ada kelompok Sufi yang mengkultuskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengklaim bahwa beliau mengetahui ilmu ghaib. Bahkan sebagian mereka menyatakan semua makhluk diciptakan karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan tentang hikmah diciptakannya jin dan manusia:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

Demikian juga kelompok Syi’ah yang mengkultuskan orang-orang yang mereka anggap sebagai imam mereka. Di antara bentuk pengkultusan mereka adalah meyakini bahwa imam mereka ma’shum (terjaga dari kesalahan) dan mengetahui perkara ghaib.

Khomeini (tokoh Syiah) berkata: “Sesungguhnya termasuk perkara yang penting dalam madzhab kami, bahwasanya para imam memiliki kedudukan yang tidak bisa dicapai oleh malaikat muqarrabun (yang dekat) ataupun nabi yang diutus.”

Dalam kitab sesat mereka Al-Kafi disebutkan: “Bab: Para imam mengetahui apa yang telah dan akan terjadi, serta tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi mereka.”

Inilah ucapan-ucapan kufur yang menunjukkan ghuluw kaum Syi’ah terhadap orang-orang yang mereka anggap sebagai imam.

2. Mentahrif Kalamullah
Tahrif maknanya memalingkan ucapan dari makna yang dzahir kepada makna lain yang tidak ditunjukkan oleh konteks kalimat, tanpa ada dalil yang menunjukkannya.

Tahrif ada dua macam: tahrif lafdzi dan tahrif maknawi.

Tafrif lafdzi ada tiga macam:

a. Mengubah harakat, seperti mereka mentahrif firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


وَكَلَّمَ اللهُ مُوْسَى تَكْلِيْمًا

“Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung.” (An-Nisa`: 164)

mereka membacanya dengan me-nashab-kan lafzhul jalalah sehingga dibaca: اللهَ sehingga maknanya Nabi Musa lah yang berbicara kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

b. Menambah satu huruf, seperti tahrif yang dilakukan ahlul bid’ah terhadap kata: اسْتَوَى (naik di atas) mereka tahrif menjadi اسْتَوْلَى (menguasai).

c. Menambah satu kata, seperti tahrif yang mereka lakukan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَجَاءَ رَبُّكُ (Rabb-mu datang) menjadi وَجَاءَ أَمْرُ رَبِّكَ (perintah Rabb-mu datang).

Tahrif maknawi adalah mengubah makna suatu kata tanpa mengubah harakat atau lafadznya. Sebagai contoh mereka memaknakan: يَدُ اللهُ (tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan makna kekuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tahrif adalah perbuatan orang-orang Yahudi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang mereka:

مِنَ الَّذِيْنَ هَادُوا يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ

“Di antara orang Yahudi ada yang mentahrif (menyelewengkan makna) firman Allah dari makna yang benar.” (An-Nisa`: 46)

Di antara bentuk tahrif Yahudi, ketika mereka diperintah untuk mengucapkan حِطَّةٌ (ampunilah) mereka malah mengucapkan حِنْطَةٌ (gandum).

Di kalangan umat ini muncul kelompok-kelompok yang men-tahrif firman Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mendukung kebid’ahan dan aqidah mereka yang rusak, seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah, dan ahlul bid’ah lainnya. Mereka melakukan tahrif lafdzi dan maknawi yang telah diterangkan di atas.

3. Menjadikan kuburan sebagai masjid
Di antara sebab dilaknatnya Yahudi dan Nasrani adalah menjadikan kuburan sebagai masjid. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Allah melaknat Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya dari perbuatan yang demikian. Beliau pernah berkata:
اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ

“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah.”

Namun muncul orang-orang Sufi dan semisal mereka –seperti Rafidhah dan lainnya– yang mengagungkan kuburan-kuburan dan menyembahnya. Mereka melakukan haul, thawaf, dan berbagai macam ritual yang tidak diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata:
“Di antara bentuk ghuluw kepada kuburan dan penghuni kubur adalah mendirikan bangunan di atas kuburan, memberinya lentera, meletakkan kelambu padanya, menulisi nisannya, mengapur (mengecatnya) serta bentuk ghuluw lainnya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang semua perbuatan ini.” (Syarh Masa`il Jahiliyyah, hal. 226)

bersambung ...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layu Sebelum Berkembang

Imam Malik Bin Anas

SEBANYAK 12 MALAIKAT BEREBUT MENCATAT KEBAIKAN KITA