Iman kepada Nabi-Nabi Allah (Bagian 2)

Mengimani Nama Para Rasul
Termasuk pokok keimanan adalah kita beriman bahwa para Rasul Allah memiliki nama. Sebagiannya diberitakan kepada kita dan sebagiannya tdak diberitakan kepada kita. Yang diberikan kepada kita seperti Muhanmad, Ibrahim, Musa, ‘Isa, dan Nuh ‘alahimus shalatu wa salaam. Kelima nama tersebut adalah para Rasul ‘Ulul Azmi. Allah Ta’ala telah menyebut mereka pada dua (tempat) surat di dalam Al Quran yakni surat Al Ahzaab dan As Syuraa,

وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنكَ وَمِن نُّوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ
 
 وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ
 
“Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa bin Maryam…” (QS. Al Ahzab:7)


شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى

وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا فِيهِ
 
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya” (QS. Asy Syuraa:13)

Adapun terhadap para Rasul yang tidak kita ketahui nama-namanya, kita beriman secara global. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ مِنْهُم مَّن قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُم مَّن لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ
 
“Dan sesungguhnya telah Kami utus bebrapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu” (QS. Al Mukmin:78). (Syarhu Ushuulil Iman,hal 35)

Para Rasul Pemberi Kabar Gembira Sekaligus Pemberi Peringatan
Allah mengutus para Rasul untuk menyampaikan kabar gembira sekaligus memberikan peringatan. Ini merupakan salah satu dari hikmah diutusnya para rasul kepada manusia. Maksud menyampaikan kabar gembira adalah menyebutkan pahala bagi orang yang taat, sekaligus memberikan peringatan kemudian mengancam orang yang durhaka dan orang kafir dengan kemurkaan dan siksa Allah. Allah Ta’ala berfirman,

رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةُُ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا

حَكِيمًا
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada lagi alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu” (QS. An Nisaa’ 165).

Ayat ini merupakan dalil bahwa tugas para Rasul ialah memberikan kabar gembira bagi siapa saja yang mentaati Allah dan mengikuti keridhaan-Nya dengan melakukan kebaikan. Dan bagi siapa yang menentang perintah-Nya dan mendustakan para rasul-Nya akan diancam dengan hukum dan siksaan. (Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuulhal 195-196)

Nuh yang Pertama, Muhammad Penutupnya
Termasuk keyakinan Ahlus sunnah adalah beriman bahwasanya Rasul yang petama diutus adalah Nuh ‘alaihis salaam dan yang terkhir adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalil yang menunjukkan bahwa Nuh adalah Rasul pertama adalah firman Allah,


إِنَّآأَوْحَيْنَآإِلَيْكَ كَمَآأَوْحَيْنَآإِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِن بَعْدِهِ
 
“Sesungguhnya Kami telah memberkan wahyu kepadamu sebagaman Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya…” (An Nisaa’:163)

Para ulama berdalil dengan ayat ini bahwa Nuh adalah rasul pertama. Sisi pendalilannya adalah dari kalimat “dan nabi-nabi yang kemudiannya”. Jika ada rasul sebelum Nuh tentunya akan dikatakan dalam ayat ini.

Adapun dalil dari sunnah adalah sebuah hadist shahih tentang syafa’at, ketika manusia mendatangi Nabi Adam untuk meminta syafaat, beliau berkata kepada mereka, “Pergilah kalian kepada Nuh, karena ia adalah rasul pertama yang diutus ke muka bumi”. Maka mereka pun mendatangi Nuh dan berkata: “engkau adalah rasul pertama yang diutus ke bumi…” (Muttafaqun ‘alaihi). Hadist ini merupakan dalil yang paling kuat menunjukkan bahwa Nuh adalah rasul pertama. Dan Nabi Adam sendiri menyebutkan bahwa Nuh sebagai Rasul pertama di atas muka bumi. (Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuulhal 196-197)

Sedangkan Rasul yang terakhir adalah Muhammad sholallahu ‘alaihi wa salaam. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala.

مَّاكَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا
 
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi. Dia adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Ahzab:40).

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa salaam bersabda, “Aku adalah penutup para Nabi, dan beliau berkata :’ Tidak ada Nabi sesudahku”. Hal ini melazimkan berakhirnya diutusnya para Rasul, karena berakhirnya yang lebih umum (yakni diutusnya Nabi) melazimkan berakhirnya yang lebih khusus (yakni diutusnya Rasul). Makna berakhirnya kenabian dengan kenabian Muhammad yakni tidak adanya pensyariatan baru setelah kenabian dan syariat yang dibawa oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad hal 173).

Buah Manis Iman yang Benar Terhadap Para Rasul
Keimanan yang benar terhadap para Rasul Allah akan memberikan faedah yang berharga, di antaranya adalah:
Mengetahui akan rahmat Allah dan perhatian-Nya kepada manusia dengan mengutus kepada mereka para Rasul untuk memberi petunjuk kepada merka kepada jalan Allah dan memberikan penjelasan kepada mereka bagaimana beribadah kepada Allah karena akal manusia tidak dapat menjangkau hal tersebut.
Bersyukur kepada Allah atas nikmat yang sangat agung ini.
Mencintai para Rasul,, mengagungkan mereka , serta memberikan pujian yang layak bagi mereka. Karena mereka adalah utusan Allah Ta’ala dan senantiasa menegakkan ibadah kepada-Nya serta menyampaikan risalah dan memberikan nasehat kepada para hamba. (Syarhu Ushuuill Iman hal 36)

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menetapkan hati kita kepada keimanan yang benar. Washolallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad.

Sumber Rujukan:
Syarhu Ushuulil Iman. Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin. Penerbit Daarul Qasim. Cetakan pertama 1419 H
Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad. Syaikh Sholih Al Fauzan Penerbit Maktabah Salsabiil Cetakan pertama tahun 2006.
Jaami’us Syuruuh al ‘Aqidah at Thahawiyah. Penerbit Daarul Ibnul Jauzi cetakan pertama tahun 2006.
Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuul.Penerbit Maktabah ar Rusyd, Riyadh. Cetakan pertama 1422H/2001M.

Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki

Muroja’ah: M.A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layu Sebelum Berkembang

Imam Malik Bin Anas

SEBANYAK 12 MALAIKAT BEREBUT MENCATAT KEBAIKAN KITA