Hukuman Bagi Orang Yang Mencela Dan Memperolok-Olok Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (Bagian ke-1)

Oleh : Syaikh Dr Muhammad bin Musa Alu Nashr 

Mencintai Rasulullah ﷺ adalah wajib, dan mengikuti beliau hukumnya wajib, menghormatinya wajib, memuliakannya wajib, mengagungkan sunnahnya wajib. 

Barangsiapa meremehkan Rasulullah ﷺ pada waktu hidup atau setelah wafat melalui ungkapan, atau dengan isyarat, atau dengan cerita, maka dia telah kafir kepada Allah dan amalannya terhapuskan. 

Dan dia berhak mendapatkan hukuman yang menghentikannya (dari perbuatan itu), darahnya pun menjadi halal. 

Oleh karena itulah para ulama kita, ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah menetapkan, bahwa barangsiapa memperolok-olok Rasulullah ﷺ atau melecehkannya, atau merendahkannya, maka dia kafir, dia boleh dibunuh[1]. 

Dan para ulama berselisih, apakah dia punya kesempatan bertaubat dan dimintai untuk bertaubat atau tidak. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menetapkan dalam Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul, bahwa orang itu tidak berhak bertaubat setelah wafatnya Rasulullah ﷺ, karena hak beliau tetap berlaku. 

Adapun hak Allah, seandainya seseorang mencela Rabb atau agama, kemudian bertaubat, maka ini antara dia dengan Allah. 

Adapun berhubungan dengan orang yang mencela Rasul, maka dia, walaupun bertaubat, tidaklah gugur hak Rasul. Sebab dia telah melontarkan gangguan kepada beliau. 

Menyakiti Rasul sudah ada sejak dahulu, bahkan menyakiti para nabi juga terjadi sebelum Rasulullah ﷺ.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

 وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلُُ مِّن قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَاكُذِّبُوا وَأُوذُوا 

Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka. [al An’am/6 : 34] 

Allah Azza wa Jalla memberitakan istihza’ (olokan) kaum Nuh terhadap beliau:

 وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلأٌ مِّن قَوْمِهِ سَخِرُوا مِنْهُ قَالَ إِن تَسْخَرُوا مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ 

Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan meliwati Nuh, mereka mengejeknya. Nuh berkata : “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami)”.[Huud/11 : 38]. 

Allah Azza wa Jalla memberitakan tentang mujrimin (orang-orang yang banyak berbuat dosa) yang mengedipkan mata dan mencela kaum mukminin. 

إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا يَضْحَكُونَ . وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ 

Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. 

Apabila orang-orang beriman berlalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.[al Muthaffifin/83:29-30] 

Celaan ini terjadi. Orang Islam di masa sekarang menjadi komunitas asing di antara manusia. 

Jika engkau berpegang teguh dengan Sunnah, terkadang orang yang paling dekat denganmu memperolok-olokmu. 

Engkau mungkin mendapatkan cemoohan dari keluargamu, kerabatmu, dan saudara-saudaramu. 

Akan tetapi, ada perbedaan antara yang diperolok-olok dan dicemooh itu seorang manusia biasa, dengan yang diperolok-oloknya itu adalah Allah Azza wa Jalla, kitab Allah, agama Allah dan Rasulullah ﷺ. Ini merupakan bentuk kekafiran. 

Dalil hal ini adalah firman Allah Azza wa Jalla (di dalam surat at Taubah). Yaitu ketika ada sekelompok orang-orang munafik membicarakan tentang Rasulullah ﷺ dan tentang para sahabat beliau, maka Allah Azza wa Jalla menurunkan tentang mereka al Qur`an, lalu mereka datang meminta ma’af (beralasan): “Sesungguhnya kami hanyalah berbincang dan bersenda gurau, maka Allah Azza wa Jalla membantah mereka dengan firmanNya:

 وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ﴿٦٥﴾لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ 

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. 

Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya, kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.[at-Taubah/9 : 65-66]. 

Karenanya, hendaklah berhati-hati. Jangan sampai engkau memperolok-olok agama, al Qur`an, Allah dan Rasulullah. Karena semua tindakan ini merupakan kekafiran. 

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya dari hadits Anas : Dahulu ada di antara kami seorang laki-laki dari Bani Najjar yang menyusul Nabi ﷺ, lalu duduk kepadanya, untuk menghafal surat al Baqarah dan Ali Imran, dan dia menulis untuk Rasulullah ﷺ. 

Kemudian dia bergabung dengan orang-orang Romawi, –yaitu menjadi kafir– dan mulai membuat-buat kebohongan atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Dia mengatakan: “Muhammad tidak mengetahui apa-apa dari al Qur’an, sesungguhnya akulah yang menuliskan untuknya”. 

Namun tidaklah dia hidup, kecuali sehari atau dua hari saja, dia mati, Allah Azza wa Jalla membunuhnya. 

AOrang-orang Romawi menghendaki untuk menguburnya, di dalam bumi. Mereka menggali lubang kubur baginya. Kemudian bumi memuntahkannya dari dalam tanah. 

Mereka mengatakan: “Mungkin kawan-kawan Muhammad mengeluarkannya”. Mereka menggali lubang kubur lagi baginya dengan dalam. Namun bumi memuntahkannya lagi. 

Mereka lalu mengatakan: “Mungkin kawan-kawan Muhammad mengeluarkannya”. Mereka membuat lubang kubur yang ketiga baginya dengan sangat dalam. Namun bumi memuntahkannya lagi. 

Maka mereka mengetahui bahwa perkara ini bukanlah dari para sahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum. Mereka meninggalkannya terlantar.[2] 

Karena dia mencela Rasulullah ﷺ, menuduh beliau berdusta, menuduh Rasulullah membuat-buat al Qur’an ini, dan bahwa tidak ada sesuatu pada Muhammad kecuali yang dia tulis untuknya. 

Maka lihatlah, apa yang Allah Azza wa Jalla lakukan terhadapnya? Allah Azza wa Jalla membunuhnya, kemudian Dia menjadikannya sebagai ayat (tanda kekuasaan Allah) dan ‘ibrah (pelajaran), sebagaimana Dia Azza wa Jalla menjadikan Fir’aun sebagai ayat dan ‘ibrah. 

فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ ءَايَة ً 

Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu. [Yunus/10 : 92] 

Akan tetapi, mereka tidak mengambil pelajaran dan nasihat. Inilah akibat buruk orang yang mencela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, membuat-buat kedustaan dan memperolok-olok beliau ﷺ. 

Kisah tentang ini banyak, bahkan sangat banyak. Ketika Abdullah bin Ubay bin Salul berkata:

 لَأَخْرَجَنَّ اْلأَعَزُّ مِنْهَا اْلأَذَلَّ ََََ

Sesungguhnya orang yang kuat (mulia) akan mengusir orang-orang yang lemah (hina) dari kota Madinah.[3] 

Yang dia maksudkan dengan “orang yang kuat (mulia)” adalah dirinya sendiri, dan “orang yang lemah (hina)” adalah Rasulullah ﷺ. maksudnya dia akan mengusir beliau ﷺ dari Madinah. 

Maka datanglah Abdullah (seorang sahabat yang beriman, anak Abdullah bin Ubay Si Munafik) kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: “Wahai, Rasulullah. Telah sampai berita kepadaku, bahwa engkau hendak membunuh Abdullah bin Ubay (yakni bapaknya sendiri, seorang munafik). 

Sesungguhnya orang-orang Anshar telah mengetahui, bahwa aku adalah orang yang paling berbakti di antara mereka kepada kedua orang tuanya. 

Jika engkau benar-benar harus membunuhnya, maka perintahkan aku untuk membunuhnya. Karena aku khawatir, jika orang lain yang membunuhnya, aku tidak akan membiarkan pembunuh itu berjalan (bebas), sehingga aku akan membunuh seorang muslim dengan sebab membunuh orang kafir. 

Maka Nabi ﷺ bersabda, ”Justru kita akan bersahabat dengannya dengan sebaik-baiknya.” 

Tatkala bapaknya, bapak Abdullah, telah datang untuk masuk kota Madinah, dia (Abdullah si anak) menghadangnya di jalan, dia mengatakan: “Berhentilah di tempatmu! Hari ini aku benar-benar akan mengetahui, siapakah yang paling mulia, dan siapakah yang paling hina?”. 

Bapaknya berkata,”Celaka engkau, kenapa kau?” Anaknya mengatakan: “Engkau mengatakan begini dan begini? Hari ini aku benar-benar akan mengetahui, siapakah yang paling mulia, dan siapakah yang paling hina. 

Rasulullah ﷺ adalah paling mulia, dan engkau yang paling hina”. Dia menghalanginya masuk, sehingga bapaknya itu mengutus seseorang untuk mengadu kepada Rasulullah ﷺ. Maka Rasulullah bersabda: “Biarkan dia,” 

Abdullah berkata,”Adapun setelah datang perintah Rasulullah ﷺ, maka “ya”, diapun mengizinkannya masuk setelah ada izin Rasulullah ﷺ. 

Kemudian tidaklah Abdullah, Si Munafik itu, hidup beberapa hari sampai akhirnya sakit perut lalu mati. Demikianlah sunatullah (ketetapan Allah) terhadap orang yang mencela Rasulullah ﷺ. 

Bersambung... 

https://almanhaj.or.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layu Sebelum Berkembang

Imam Malik Bin Anas

SEBANYAK 12 MALAIKAT BEREBUT MENCATAT KEBAIKAN KITA