Dusta Membawa Kepada Kejahatan Dan Jujur Membawa Kepada Kebaikan (bagian 1)

Oleh Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا 

Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. 

Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. 

Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. 

Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).’” 

TAKHRIJ HADITS 
Hadits ini diriwayatkan oleh 
Ahmad (I/384); 
Al-Bukhâri (no. 6094) dan dalam kitab al-Adabul Mufrad (no. 386);  
Muslim (no. 2607 (105)); 
Abu Dawud (no. 4989); 
At-Tirmidzi (no. 1971); 
Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (VIII/424-425, no. 25991); 
Ibnu Hibban (no. 272-273-at-Ta’lîqâtul Hisân); Al-Baihaqi (X/196); 
Al-Baghawi (no. 3574); 
At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.” 

MUFRADAT HADITS 
اَلصِّدْقُ : Sesuai antara perkataan dan amalan (perbuatan), lahir dan batin. 
يَهْدِيْ : Membawa, maksudnya membimbing dan mengantarkan. 
اَلْبِرُّ : Kebaikan, maknanya mencakup semua kebaikan. 
يَتَحَرَّى : Menuju, mencari. Maksudnya bersungguh-sungguh mencari dan memilih. اَلْكَذِبُ : Dusta, bohong, tidak benar. 
صِدِّيْقًا : Selalu berbuat jujur, sehingga jujur menjadi akhlak dan perangainya. 
اَلْفُجُوْرُ: Keburukan atau kejelekan. Maksudnya perbuatan-perbuatan yang buruk atau jelek. كَذَّابًا : Selalu berbuat dusta, sehingga dusta menjadi akhlak dan perangainya. 
يُكْتَبُ عِنْدَ الله صِدِّيْقًا : Dia berhak memperoleh gelar jujur dan ganjaran orang-orang jujur. 
يُكْتَبُ عِنْدَ الله كَذَّابًا : Dia berhak memperoleh gelar dusta dan ganjaran orang-orang dusta, yaitu ia dijuluki dengan tukang dusta atau tukang bohong. 

SYARAH HADITS 
1. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

 عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ 

Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga 

Dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya berlaku jujur dalam perkataan, perbuatan, ibadah dan dalam semua perkara. 

Jujur itu berarti selaras antara lahir dan batin, ucapan dan perbuatan, serta antara berita dan fakta. Maksudnya, hendaklah kalian terus berlaku jujur. 

Karena jika engkau senantiasa jujur, maka itu akan membawamu kepada al-birr (yakni melakukan segala kebaikan), dan kebaikan itu akan membawamu ke Surga yang merupakan puncak keinginan, sebagaimana Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

 إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ 

Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan.” [Al-Infithâr/82:13] 

Allâh Azza wa Jalla berfirman : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ 

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allâh, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. [At-Taubah/9:119] 

Allâh Azza wa Jalla meminta para hamba-Nya yang beriman agar jujur dan berpegang teguh dengan kebenaran. Tujuannya agar mereka istiqâmah di jalan kebenaran (orang-orang yang jujur). 

Jujur merupakan sifat terpuji yang dituntut keberadaannya dari kaum Mukmin, baik laki-laki maupun perempuan. 

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

 وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ  

“…Laki-laki dan perempuan yang benar (jujur)…” [Al-Ahzâb/33:35] 

فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ 

“…Tetapi jikalau mereka benar (imannya) tehadap Allâh, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. [Muhammad/47: 21] 

Allâh Azza wa Jalla memberitahukan nilai kejujuran, bahwa kejujuran itu merupakan kebaikan sekaligus penyelamat. Sifat itulah yang menentukan nilai amal perbuatan, karena kejujuran merupakan ruhnya. 

Seandainya orang-orang itu benar-benar ikhlas dalam beriman dan berbuat taat, niscaya kejujuran adalah yang terbaik bagi mereka. 

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah (wafat th. 751 H) menerangkan sifat as-shidq (kejujuran), dengan perkataanya, “Yaitu maqam (kedudukan) kaum yang paling agung, yang darinya bersumber kedudukan-kedudukan para sâlikîn  (orang-orang yang berjalan menuju kepada Allâh), sekaligus sebagai jalan terlurus, yang barang siapa tidak berjalan di atasnya, maka mereka itulah orang-orang yang akan binasa. 

Dengannya pula dapat dibedakan antara orang-orang munafik dengan orang-orang yang beriman, para penghuni Surga dan para penghuni Neraka. 

Kejujuran ibarat pedang Allâh di muka bumi, tidak ada sesuatu pun yang diletakkan di atasnya melainkan akan terpotong olehnya. 

Dan tidaklah kejujuran menghadapi kebathilan melainkan ia akan melawan dan mengalahkannya serta tidaklah ia menyerang lawannya melainkan ia akan menang. 

Barangsiapa menyuarakannya, niscaya kalimatnya akan terdengar keras mengalahkan suara musuh-musuhnya. 

Kejujuran merupakan ruh amal, penjernih keadaan, penghilang rasa takut dan pintu masuk bagi orang-orang yang akan menghadap Rabb Yang Mahamulia. 

Kejujuran merupakan pondasi bangunan agama (Islam) dan tiang penyangga keyakinan. 

Tingkatannya berada tepat di bawah derajat kenabian yang merupakan derajat paling tinggi di alam semesta, dari tempat tinggal para Nabi di Surga mengalir mata air dan sungai-sungai menuju ke tempat tinggal orang-orang yang benar dan jujur. 

Sebagaimana dari hati para Nabi ke hati-hati mereka di dunia ini terdapat penghubung dan penolong.”[1] 

Kemudian beliau melanjutkan, “Allâh Azza wa Jalla telah membagi manusia ke dalam dua bagian: orang yang jujur dan munafik. Allâh Azza wa Jalla  berfirman :

 لِيَجْزِيَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ إِنْ شَاءَ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا 

Agar Allâh memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan mengadzab orang munafik jika Dia kehendaki, atau menerima taubat mereka. Sungguh, Allâh Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” [Al-Ahzâb/33:24] 

Iman merupakan pondasi kejujuran, dan kemunafikan merupakan pondasi kedustaan. Iman dan dusta tidak akan berkumpul, karena salah satu dari keduanya pasti memerangi yang lainnya. 

Allâh Azza wa Jalla telah mengabarkan bahwa tidak ada yang dapat memberi manfaat dan menyelamatkan seorang hamba dari adzab hari kiamat selain kejujurannya. 

Allâh Azza wa Jalla  berfirman :

 قَالَ اللَّهُ هَٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ 

Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. 

Allâh ridha kepada kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung  [Al-Mâidah/5:119] 

Dan firman-Nya :

 وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ 

Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan orang yang membenarkan nya, mereka itulah orang yang bertakwa.” [Az-Zumar/39:33] 

Yang dimaksud orang yang membawa kebenaran adalah orang yang selalu jujur di setiap perkataan, perbuatan, dan keadaannya. 

Jujur dalam perkataan adalah lurusnya lisan ketika berbicara seperti lurusnya tangkai dengan batangnya. 

Jujur dalam perbuatan adalah lurusnya perbuatan di atas perintah dan ittibâ’ seperti lurusnya kepala dan badan. 

Dan jujur dalam keadaan adalah lurusnya amalan hati dan anggota tubuh dalam keikhlasan, selalu berusaha dan mencurahkan segala kemampuannya dalam menggapai hal tersebut. 

Kalau sudah demikian, jadilah seorang hamba termasuk orang-orang yang membawa kebenaran. Seorang akan mencapai tingkatan shiddiqiyyah tergantung intensitas dia dalam menjalankan tiga perkara di atas. 

Karenanya, Abu Bakar as-Shiddiq Radhiyallahu anhu menempati puncak shiddiqiyyah, dan dijuluki as-shiddiq secara mutlak. Shiddiq lebih tinggi dari shadûq (selalu jujur), dan shadûq lebih tinggi dari shâdiq (yang jujur). 

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa derajat kejujuran yang paling tinggi adalah as-shiddiqiyyah, yaitu ketundukan yang sempurna kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keikhlasan yang sempurna kepada Allâh Azza wa Jalla . 

Di antara tanda kejujuran itu adalah tenangnya hati, sebaliknya di antara tanda kedustaan adalah kebimbangan hati, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi secara marfu’ dari hadits al-Hasan bin Ali Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda :

 …إِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَة، وَالْكَذِبَ رِيْبَة… 

“… Kejujuran itu ketentraman, dan dusta itu keragu-raguan …” [HR. At-Tirmidzi, no. 2518][2] 


Bersambung... 

https://almanhaj.or.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layu Sebelum Berkembang

Imam Malik Bin Anas

SEBANYAK 12 MALAIKAT BEREBUT MENCATAT KEBAIKAN KITA