Langsung ke konten utama

SAYYIDAH MARYAM, PERAWAN SUCI (BAGIAN KE-1)

Keluarga Terhormat.

Sayyidah Maryam berasal dari kalangan terhormat dan taat beragama. Ayahnya bernama ’Imran Ibn Matsan, bundanya adalah Hannah Bint Qafudzan. 

Keduanya adalah orang-orang saleh dan memiliki kesetiaan yang tinggi pada agama sehingga Bani Israel memuliakan keluarga yang juga diberikan kedudukan tinggi oleh Allah pada masa itu.

”Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)” (QS. Ali Imran : 33)

Pamannya sendiri adalah Nabi Zakariyya Alaihi Salam, sedangkan bibinya adalah Asya’ Bint Qafudzan, bunda Nabi Yahya Alaihi Salam. 

Tentunya, lingkungan yang bersih dan keluarga yang dipenuhi kesalehan ini juga berpengaruh besar terhadap Sayyidah Maryam.

Nazar Sang Bunda.

Sayyidah Hannah dalam usia tuanya belum juga dikaruniai seorang anak. Sehingga pada suatu ketika tatkala ia tengah bernaung dibawah rindangnya pepohonan, dipanjatkannya sebait doa :

”Ya Allah…, jika sekiranya engkau menganugerahkan seorang anak kepada hamba, maka akan hamba tempatkan ia di Baitul Maqdis – Masjidil Aqsha – untuk melayani rumah-Mu”

Selang beberapa lama kemudian, Sayyidah Hannah-pun mengandung. Beliau sangat gembira akan anak yang dikandungnya. Kegembiraan itu dituangkan dalam ucapan syukur berupa nazar untuk menempatkan sang anak kelak sebagai pelayan rumah suci yang dimuliakan di Yerusalem ( AlQuds ). 

Dalam munajatnya beliau berdoa :

“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). 

Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Ali Imran : 35)

Dalam tradisi waktu itu, sudah biasa jika ada yang bernazar untuk menempatkan anak mereka sebagai pelayan di Baitul Maqdis. 

Di rumah suci itu mereka akan beribadah, membersihkan, dan memeliharanya dengan baik. Jika mereka telah baligh, maka ia boleh memilih, tetap tinggal sebagai pelayan Baitul Maqdis atau pergi kemanapun yang ia suka. 

Hal ini dianggap baik mengingat pertumbuhan sang anak yang dilaluinya di rumah suci akan berdampak pada akhlaq dan kesalehan pribadinya. 

Para Nabi dan pemuka agama waktu itu pasti menempatkan keturunan mereka disana. Para pelayan ini haruslah dari kalangan anak lelaki, sebab tidak diperkenankannya anak perempuan sebagai pelayan adalah karena mereka tiap bulan mesti mendapatkan Haidh, dan dalam kondisi ini, mereka tidak diperbolehkan untuk masuk ke Baitul Maqdis. 

Jadi, sejak kecil, mereka tidak diperkenankan untuk menjadi pelayan disana.

Sayyid Imran yang mendengar doa ini langsung berkata dengan nada khawatir kepada sang istri ; ”Aduhai istriku, celaka!, 

bagaimana kalau nanti anak yang dikandunganmu itu perempuan?!, bukankah hal itu tidak diperbolehkan!!??”

Sayyid Imran merasa khawatir dan senantiasa gelisah memikirkan hal ini sampai beliau-pun wafat sementara Sayyidah Hannah masih dalam keadaan mengandung Maryam.

Kelahiran Sang Perawan Suci.

Yerusalem atau Al-Quds, kota kelahiran Sayyidah Maryam. Tampak komplek Masjidil Aqsha atau Baitul Maqdis, Palestine.

Tibalah waktunya Sayyidah Hannah melahirkan. Kehawatiran sang suami benar adanya, bayi yang dilahirkan adalah seorang wanita. 

Sayyidah Hannah-pun memanjatkan doa – dalam keadaan beliau mengharapkan anak yang akan lahir seorang laki-laki – ;

“Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. 

Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (QS. Ali Imran : 36)

Dengan doa ini, Sayyidah Hannah meminta udzur dari Allah mengenai bayinya – yang tak diperkenankan untuk menjadi pelayan rumah suci karena ia perempuan -, 

Berikut permohonan agar bayinya yang diberi nama Maryam ini dilindungi oleh Allah dari syaithan yang terkutuk demikian pula anak keturunannya.

Allah Jalla Wa ’Ala-pun mengabulkan doa sang ibu. Bayi yang cantik itu sama sekali tidak menangis ketika dilahirkan, demikian pula Nabi Isa kelak. 

Allah melindunginya dari tusukan syaithan saat pertama kali dilahirkan, karena demikianlah sabda Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa aalihi wa sallam bahwa setiap anak Adam yang baru lahir pasti akan menangis dengan jeritan karena tusukan setan kecuali dua orang, Sayyidah Maryam dan putranya. 

Allah Tabaraka Wa Ta’ala juga menerima udzur sang ibu dan tetap menerima bayi itu kelak sebagai pelayan di rumah suci karena demikianlah nazar beliau terdahulu.

”Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik..”
( QS. Ali Imran : 37 )

Undian Para Rahib.

Sayyidah Hannah lantas membawa bayi cantik itu ke Baitul Maqdis. Ia meletakkan Maryam kecil dihadapan para pemuka agama, rahib-rahib keturunan Nabi Harun Alaihi Salam. 

Dengan penuh takzim, Sayyidah Hannah berkata kepada para pemuka agama yang berada dihadapannya ;

”Siapakah diantara tuan sekalian yang berkenan untuk mengayomi nazar ini?”

Para pemuka agama-pun berselisih, masing-masing ingin untuk memelihara dan mendidik bayi tersebut karena Sayyid Imran, ayah Maryam kecil adalah salah seorang yang mereka hormati dan sosok yang dimuliakan diantara mereka. 

Lantas Nabi Zakariyya Alaihi Salam-pun berkata mereka :

”Saya lebih berhak untuk memeliharanya!, karena bibinya adalah istri saya!”

Para rahib yang lain tidak terima, mereka pada berkata ;
”Kami takkan memperkenankan hal itu!, karena jika sekiranya bayi ini dipelihara oleh yang paling berhak – dari segi kekerabatan – , maka ibunya lebih berhak untuk itu karena ia yang melahirkannya. 

Cara terbaik untuk memutuskan adalah dengan mengundi, dan yang paling berhak untuk memeliharanya adalah orang yang keluar undiannya.”

Kemudian mereka-pun pergi ke sungai Jordan, masing-masing rahib membawa pena yang khusus yang mereka gunakan untuk menulis Taurat, dan pada masing-masing pena, terdapat nama pemiliknya. 

Lantas, mereka segera melemparkan pena-pena itu kedalam sungai. Pena mana saja yang mengambang di permukaan air, maka pemiliknya berhak memelihara bayi putri Sayyid Imran tersebut.

Salah satu pemandangan sungai Jordan, Yordania-Palestine.

Pena-pena yang lain tenggelam dan hanyut kecuali milik Nabi Zakariyya Alaihi Salam. Jelaslah sudah bahwa pemeliharaan Maryam kecil jatuh pada seorang Nabi, berikut kepala para rahib di Baitul Maqdis, Zakariyya Alaihi Salam.

”..Dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya…” (QS. Ali Imran : 37)

Makanan dari surga.

Nabi Zakariyya Alaihi Salam membawa bayi mungil itu dan dirawat oleh Sayyidah Asya’ Bint Qafudzan, bibi Maryam kecil sekaligus istri terkasih Sang Nabi. 

Dengan penuh kasih sayang, mereka merawat Maryam hingga tumbuh menjadi gadis lemah lembut yang paling cantik dan terhormat dikalangan Bani Israel. 

Ditambah dengan kesalehannya, maka jadilah ia seutama wanita disaat itu.

Setelah Maryam mencapai usia baligh, Nabi Zakariyya Alaihi Salam membangun sebuah mihrab atau ruangan khusus tempat tinggal dan beribadah Maryam di BaitulMaqdis. 

Ruangan itu dibuat agak tinggi dan jika ingin memasukinya mesti menggunakan tangga. Hanya Nabi Zakariyya yang boleh menaiki tangga itu untuk membawakan Sayyidah Maryam berbagai keperluannya seperti makanan dan minuman. 

Selain itu, lorong menuju ruangan mihrab itu juga memiliki tujuh lapis pintu, hanya dibuka jika Nabi Zakariyya hendak mengirimkan berbagai keperluan tersebut.

Didalam ruangan, Maryam siang dan malam beribadah kepada Allah. Mengagungkan namaNya dan memuja-muji keagunganNya. 

Tak lupa ia menghaturkan rasa syukur, sujud dan ruku’ dihadapan kebesaran Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. 

Sayyidah yang dipenuhi sifat lemah lembut ini
Seperti biasa, Nabi Zakariyya membawakan Sayyidah Maryam makanan dan minuman kedalam ruangan yang tertutup itu. 

Akan tetapi alangkah terkejutnya Sang Nabi begitu mengetahui ada buah-buahan ranum lagi segar didalam ruangan yang hanya dapat dimasuki oleh beliau itu.

”Duhai Maryam, darimana buah-buahan ini?” , tanya Sang Nabi.

“Semuanya berasal dari surga.., dari sisi Allah…”, jawab Maryam lembut.
Buah-buahan yang tersedia memang sangat aneh. 

Jika musim panas tengah melanda Yerusalem, justru di ruangan Maryam ada buah-buahan musim dingin. 

Begitu pula jika musim dingin mendera daerah itu, justru yang ada di ruangan Sayyidah Maryam adalah buah-buahan musim panas. 

Hal ini tentu saja membuat Nabi Zakariyya sangat yakin bahwa itu memang datang dari Allah Azza Wa Jalla.

“Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” 

Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” ( QS. Ali Imran : 37 )

Bersambung... 

hadariya.wordpress.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Layu Sebelum Berkembang

Imam Malik Bin Anas

SEBANYAK 12 MALAIKAT BEREBUT MENCATAT KEBAIKAN KITA